Monday, December 10, 2007
Memory Underload
Jika otak kita dibandingkan dengan kapasitas hard disk atau penyimpanan data yang umum kita gunakan, berapa giga? Tera? Peta? Sudah pasti lebih besar dari kapasitas hard disk saat ini. Tapi mengapa kita masih menggantungkan diri pada secuil memory card yang hanya 256 mb atau 512 mb untuk menyimpan informasi nomor telepon, agenda, catatan dan lain-lainnya? Coba ingat-ingat nomor telepon salah seorang saudara kita. Dijamin langsung buka saku sabet handphone dan buka phonebook. Lantas, jika kita menggantungkan segala informasi pada silicon memory - bukan otak kita sendiri - apakah nantinya otak kita menjadi malas? Apakah otak kita sendiri sudah sedemikian penuhnya hingga membutuhkan alat bantu?
Otak kita mungkin tidak dibuat malas oleh perilaku ini, tapi menciptakan habit baru. Kita jadi suka parno sendiri jika catatan tersebut hilang. Panik jika lupa membackup data digital tersebut. Menyatakan diri lupa - padahal mungkin terselip dalam ingatan otak kita - jika phonebook terhapus. Blame it to the storage, tanpa sedikit pun usaha mengingat dengan mengubek-ubek otak kita sendiri sebagai main-server. Otak kita jadi penonton pasif saat harus mengingat informasi tertentu dengan mengandalkan Google dan WikiPedia. Perilaku yang berujung pada ‘kebodohan’ modern : saat terlepas dari sarana digital tersebut, dalam sekejap menjadi ngga tahu apa-apa.
Kebetulan nemu artikel menarik di majalah Wired terbitan Oktober 2007. Clive Thompson, sang kolumnis mengulas tentang fenomena ini.
“We’re outsourced important peripheral brain functions to the silicon around us.”
Dan celakanya,
“..feel much smarter when I’m using the internet as a mental plug-in”
Menurut si Clive, kita membebaskan sekian luas area otak kita untuk melakukan ‘human’ tasks seperti untuk berkhayal, brainstorming atau bermimpi. Dengan penugasan seperti itu, otak bisa tetap bekerja dan kita dibantu melakukan hal-hal kompleks menggunakan sarana digital. Seperti halnya kita nge-blog, otak kita berkhayal dan merancang cerita. Dibantu dengan ingatan Google untuk memperkaya cerita yang sedang kita bangun. Bahkan dengan penggabungan antara organic memory dan silicon memory, kadang kita bisa menemukan ide-ide baru dan pandangan yang tidak terbayang sebelumnya.
Perilaku mengandalkan peyimpanan informasi alternatif (mencatat) sudah menjadi kebiasaan sehari-hari kita dari sejak kecil hingga beranjak pikun. Tanpa mencoret di kertas catatan, sudah pasti hidup kita berantakan. Dengan PDA kita terbantu dengan catatan digital, yang suatu saat bisa diakses dengan mudah. Hanya saja, demi menjaga stamina otak kita sebagai media read (menyimpan) dan write (mengingat), kita tetap harus melatihnya. Gue mulai mencoba untuk mengingat alamat rumah lengkap dengan zip code-nya, mengingat nomor telepon teman terdekat, mengingat hari ulang tahun. Tidak melulu copy paste, beam via IR atau bluetooth. Gue tetap berusaha untuk tetap menulis catatan dengan tangan. Dan mengimbangi peran antara iPhone dengan buku catatan konvensional. Lebih penting lagi, otak tetap bekerja untuk hal-hal yang penting untuk diingat. Yang ece-ece biar urusan silicon memory.
“I want my organic brain to contain vast stores of knowledge and my silicon overmind to contain a stupidity huge amount more. I’d like to be able to remember my own phone number..”
Begitu Clive Thompson menutup kolomnya.
Sunday, December 09, 2007
iPhone as Sneaky Cam?
iPhone produk hype 2007 vs gadget tua buatan tahun 2003?
iPhone yang bisa telepon, web browsing, ada iPod dengan MacOS X dibandingkan dengan Sony Clie PEG UX50 yang menggunakan ill-fated PalmOS?
iPhone yang didaulat menjadi inovasi tahun ini oleh majalah Time disanding dengan ... ah sudahlah.
Yha jelas Sony Clie PEG UX50 ngga ada apa-apanya di banding gadget pujaan jutaan manusia, iPhone.
Tapi, untuk suatu kebutuhan tertentu sangat payah buat gue. Kebutuhan tersebut adalah melakukan kegiatan merekam gambar foto/video secara diam-diam. Maklum, gue hobi banget merekam situasi dan object dengan sneaky-sneaky. Karena pada dasarnya, gue kalau sudah nge-blog wajib hukumnya pakai informasi gambar. Contohnya saat merekam fenomena unik wanita-wanita Kuwait yang getol pakai boot menjelang winter.
Kalau sudah urusan sneaky shot, favorit gue adalah handphone SonyEricsson W710i dan Sony Clie PEG-UX50. Gue bisa merekam diam-diam seolah-olah sedang menelepon atau mencatat di PDA. Sementara, iPhone memang hebat dari segi kualitas jepretan gambar tapi :
- Tombol jepretan bukan menggunakan tombol Home, tapi harus meraba-raba tombol di area multi-touch screen. Beberapa kali gagal rekam, karena posisi jari tidak pada tombol jepretan
- Sulit untuk mengira-ngira komposisi gambar object yang direkam, seringkali out-frame. Jika menggunakan Clie, gue bisa tetap membidik tepat sasaran dengan gesture seolah-olah sedang menulis sesuatu distylus gue
- Fix camera position membuat sulit untuk mengarahkan mata kamera ke object. Dengan Clie, kamera bisa dirotate disesuaikan tingkat kemiringan tangan saat memegang Clie
- Worst of all, iPhone tidak bisa merekam video! Terutama saat mengabadikan peristiwa yang membutuhkan informasi audio video.
- Jika sesuatu terjadi - ketahuan motret object sensitif dan gadget disita pihak yang keberatan - maka hasil jepretan gambar terpaksa ikut tersita. Sementara, jika menggunakan Clie PEG UX-50, gue tinggal cabut Memory Stick dan diumpetin :D
Sementara ini, untuk kebutuhan sneaky cam gue terpaksa membawa minimal 2 gadget sekaligus : iPhone dan my beloved old Sony Clie PEG-UX50.
Labels:
camera,
iPhone,
Sony Clie PEG UX50,
spying
Wednesday, December 05, 2007
Multi'Baby'Touch
Gue suka amaze dengan MultiTouch user interface dari iPhone dan iPod Touch. Apa iya sangat mudah digunakan dan membuat kita otomatis menggerakkan jari-jari kita dipermukaan gelas gadget ini. Seperti yang diposting sebelumnya, 2 krucil kami, Leia 1 tahun dan Arwen 3 tahun sangat akrab dengan iPod Touch dan iPhone. Jari-jari mereka menari-nari menjalankan beberapa aplikasi seperti menonton video. Yang lebih membuat gue amaze, Arwen bisa dengan mudah mengenail icon masing-masing aplikasi dan menjalankannya. Jika ada SMS masuk saat menonton video, Arwen langsung klik tombol "Ignore" dan melanjutkan tontonannya kembali. Tombol "Slide to Unlock" juga tidak menjadi masalah bagi Arwen, jari mungilnya langsung menggeser slider untuk menyalakan iPhone.
Menarik juga untuk dijadikan bahan riset :D
More :
http://multi-touchscreen.com/iphone.html
Labels:
baby,
iPhone,
iPod Touch,
Multi-Touch,
toddler
Subscribe to:
Posts (Atom)